Catatan: Muhammad Nur
Book Tour pagi ini membahas buku saya dengan judul yang sama dengan judul tuliasan ini. Saya membahas ringkasan bab buku tersebut, secara ringkas padat dan menggugah. Pembahasan menukik pada prospek masa depan. Biasa saya sangat termotivasi jika membahas inovasi. Dia seperti “kopi ajaib” yang membuat pikiran saya sangat cerah. Begitulah pagi ini seratus lebih peserta “terprovokasi” ungkapan-ungkapan dalam buku yang disampaikan penulisnya dengan penuh semangat.
Bab 1: Pelajaran dari Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 menjadi katalisator luar biasa bagi percepatan inovasi di berbagai sektor, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga bisnis digital. Krisis global ini memaksa manusia untuk berpikir cepat dan menciptakan solusi yang adaptif. Para ilmuwan dan inovator memainkan peran sentral dalam menciptakan vaksin, mengembangkan telemedicine, dan memajukan teknologi ozon serta plasma. Tantangan ekosistem inovasi di Indonesia pun disorot, terutama pada perlunya sinergi antara riset, kebijakan, dan keberanian berinovasi secara berkelanjutan. Pandemi COVID-19 menjadi panggilan mendesak bagi manusia untuk berinovasi. Ia mempercepat adopsi teknologi seperti telemedicine, e-learning, dan ozonisasi yang sebelumnya berjalan lambat. Dunia dipaksa berubah, dan ilmuwan menjadi garda terdepan. Namun, transformasi ini tak boleh bersifat sementara—ia harus menjadi fondasi peradaban baru.
”Inovasi bukan lagi pilihan saat krisis datang—ia adalah syarat untuk bertahan hidup dan melompat lebih jauh”.
Bab 2: Dari Krisis ke Kebangkitan Inovasi
Krisis pandemi justru mempercepat adopsi teknologi dan memperluas ruang inovasi. Dari vaksin mRNA, telemedicine, hingga pembelajaran daring, berbagai teknologi mengalami lonjakan penggunaan. Di Indonesia, muncul inovasi seperti Zeta Green dan teknologi ozonisasi hortikultura. Pandemi menjadi momentum kebangkitan sains-terapan yang tidak hanya menyelamatkan, tetapi juga menguatkan fondasi ekonomi dan sosial berbasis teknologi. Namun, tantangannya kini adalah menjaga semangat inovatif agar tetap menyala pascapandemi. Krisis membuka jalan menuju terobosan. Berbagai teknologi—vaksin mRNA, Zeta Green, ozonisasi hortikultura—lahir dan berkembang cepat, menunjukkan bahwa manusia mampu beradaptasi luar biasa dalam tekanan. Indonesia pun tak luput dari momentum ini.
”Setiap krisis adalah jendela kesempatan—dan bangsa besar adalah mereka yang berani membukanya lebar-lebar”
Bab 3. Menciptakan Ekosistem Inovasi yang Berkelanjutan
Ekosistem inovasi yang sehat dibangun atas dasar kolaborasi erat antara pemerintah, universitas, dan industri. Indonesia perlu belajar dari negara maju tentang pentingnya peran riset dalam kemajuan bangsa. Inovasi harus menjadi budaya, bukan hanya proyek. Kerja sama yang saling menguatkan akan mempercepat hilirisasi teknologi, mendorong kemandirian bangsa, dan menjadikan inovasi sebagai motor pembangunan nasional. Inovasi tak lahir dalam ruang hampa. Ia butuh ekosistem kolaboratif antara universitas, pemerintah, dan industri. Indonesia perlu membangun sistem yang mendorong keberanian bereksperimen dan memberi ruang bagi kegagalan yang membangun.
”Inovasi tumbuh bukan karena benihnya unggul saja, tapi karena tanah dan lingkungannya memberi ruang untuk bertumbuh”.
Bab 4: Peran Perguruan Tinggi dalam Mendorong Inovasi
Perguruan tinggi harus menjadi pusat unggulan riset dan inovasi, bukan sekadar institusi pendidikan. Universitas dituntut membangun budaya riset yang kuat, mendorong kolaborasi lintas sektor, serta menghubungkan laboratorium dengan kebutuhan industri dan masyarakat. Kampus bukan hanya tempat menulis jurnal, tetapi tempat lahirnya solusi konkret dari tantangan riil bangsa. Universitas tak cukup menjadi menara gading. Ia harus menjelma menjadi pabrik solusi, jembatan antara teori dan aplikasi, tempat lahirnya kebijakan dan teknologi yang menjawab kebutuhan zaman.
“Kampus masa depan bukan hanya tempat belajar, tetapi medan tempur untuk membangun peradaban berbasis ilmu”.
Bab 5: Dari Penelitian ke Komersialisasi Teknologi
Hilirisasi riset adalah kunci transformasi dari pengetahuan ke dampak nyata. Bab ini menyoroti strategi agar hasil riset tidak berhenti di laboratorium, melainkan menjadi produk, teknologi, dan layanan yang dimanfaatkan publik. Studi kasus spin-off akademik Indonesia dan negara lain membuktikan pentingnya model bisnis berbasis sains serta peran inkubator dalam mewujudkan ekonomi berbasis inovasi. Hasil riset harus menjelma menjadi produk nyata. Buku ini menyoroti pentingnya hilirisasi dan model bisnis sains. Studi kasus spin-off seperti PPT Dipo Technology menunjukkan bagaimana penelitian bisa hidup di pasar.
”Ilmu pengetahuan tak hanya untuk jurnal, tapi untuk mengubah dunia”.
Bab 6: Ilmuwan sebagai Inovator
Ilmuwan masa kini tidak cukup hanya menjadi peneliti di laboratorium. Mereka dituntut menjadi inovator dan penggerak perubahan sosial. Bab ini menggambarkan perjalanan transformatif dari akademisi menjadi wirausahawan teknologi. Dengan keterampilan kewirausahaan, kolaborasi, dan kepemimpinan, ilmuwan dapat menciptakan solusi yang aplikatif dan berdaya saing global. Ilmuwan masa kini ditantang untuk melampaui batas laboratorium—menjadi pemimpin inovasi dan wirausahawan teknologi. Dengan kombinasi pengetahuan dan keberanian, mereka dapat menjawab persoalan bangsa.
“Ilmuwan sejati bukan hanya pencari jawaban, tetapi pencipta masa depan”.
Bab 7: Model Bisnis Berbasis Teknologi dan Sains
Inovasi butuh model bisnis yang kuat. Ilmu dan teknologi harus dikemas dalam format usaha yang adaptif dan berkelanjutan. Bab ini membahas bagaimana merancang bisnis berbasis sains, tantangan dalam mendirikan perusahaan riset, serta pentingnya peran inkubator, modal ventura, dan ekosistem pendukung dalam membawa teknologi dari ide ke pasar. Bab ini membahas bagaimana teknologi dapat dibawa ke pasar melalui skema yang tepat: inkubator, modal ventura, dan jejaring.
“Sains yang tidak mengakar di masyarakat akan gugur sebelum berkembang.”
Bab 8: Menuju Indonesia sebagai Negara Berbasis Inovasi
Indonesia harus menapaki jalan sebagai negara berbasis inovasi untuk menghadapi masa depan. Dibutuhkan roadmap yang melibatkan kebijakan visioner, investasi dalam riset, dan keberanian akademisi untuk membangun bangsa. Bab ini menawarkan strategi konkret menjadikan inovasi sebagai fondasi peradaban dan kesejahteraan. Bab ini menyimpulkan bahwa inovasi harus ditanam sebagai budaya. Langkah konkret disampaikan bagi akademisi, pemerintah, dan industri agar bisa bekerja sama membangun Indonesia unggul. Indonesia harus menetapkan arah baru: menjadi negara berbasis inovasi. Peta jalan nasional, investasi riset, dan kebijakan yang mendukung menjadi fondasinya. Akademisi punya tanggung jawab besar dalam membimbing arah bangsa.
“Negara besar bukan karena kekayaannya, tapi karena keberaniannya bermimpi dan berinovasi. Saatnya kita bertindak. Ilmu tanpa aksi hanyalah wacana; inovasi tanpa keberanian hanyalah angan-angan”.
Bab 9: Membangun Ketahanan Teknologi di Era Pascapandemi
Ketahanan teknologi adalah syarat mutlak dalam dunia yang penuh disrupsi. Indonesia harus mengembangkan teknologi strategis seperti ozonisasi, plasma, dan kecerdasan buatan untuk mendukung industri nasional. Para ilmuwan muda diajak untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan teknologi bangsa. Ketahanan bangsa di masa depan bergantung pada teknologi dalam negeri: dari ozonisasi, plasma, hingga AI. Bab ini menegaskan perlunya kemandirian teknologi agar Indonesia tak tergantung pada bangsa lain.
“Siapa yang menguasai teknologi, dia yang akan menulis sejarah dunia”.
Bab 10: Penutup & Rekomendasi
Bab akhir merangkum pentingnya membangun ekosistem inovasi yang kokoh dan berkelanjutan. Disajikan langkah konkret bagi akademisi, pemerintah, dan pelaku industri untuk bersinergi. Penulis juga mengajak para ilmuwan dan inovator Indonesia untuk bertindak nyata, membangun masa depan melalui keberanian, kreativitas, dan dedikasi terhadap sains. Bab ini menyimpulkan bahwa inovasi harus ditanam sebagai budaya. Langkah konkret disampaikan bagi akademisi, pemerintah, dan industri agar bisa bekerja sama membangun Indonesia unggul.
“Saatnya kita bertindak. Ilmu tanpa aksi hanyalah wacana; inovasi tanpa keberanian hanyalah angan-angan“.