Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Center for Plasma Research Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro berkesempatan menyelenggarakan diskusi ‘Reboan” yakni diskusi saintifik aplikasi plasma yang diadakan setiap hari Rabu. Pada edisi rabu 14 Desember 2022 ini, secara khusus mengundang praktisi perawat luka yang tergabung dalam Asosiasi Perawat Luka Indonesia (InWCCA). Berkenan hadir beliau bapak Edi Mulyadi selaku presiden InWCCA dan juga bapak Abuya Lelik. Pemantik diskusi kali ini berasal dari hasil penelitian dokter Benny dan dokter Fadhilah yang memberikan kabar baik pada proses penyembuhan luka DM menggunakan teknologi ozon ‘bagging’ yakni telah terjadi percepatan proses penyembuhan luka DM. Percepatan proses penyembuhan ini terekam secara baik, aspek makroskopis berupa menutupnya luka DM serta secara mikroskopis berupa growth factor dan sitokein. Diskusi juga dihadiri beberapa mahasiswa magister ilmu fisika dengan konsentrasi fisika medis. Perlu diketahui bersama bahwa, teknologi ozon ‘bagging’ ini merupakan hasil inovasi teknologi bidang plasma dari Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro. Bahkan berdasarkan keterangan dari Prof. Muhammad Nur, DEA, sang inventor, bahwa teknologi ozon “bagging” menggunakan generator ozon medis ini pertama dan satu-satunya di Indonesia. Generator ozon medis ini telah mengacu standar yang diterbitkan pada  Deklarasi Madrid Spanyol tahun 2020 oleh komite ilmiah internasional terapi ozon. Muhammad Nur berharap kedepan Universitas Diponegoro akan leading pada tingkat nasional maupun tingkat Asia, syukur syukur akan terbentuk pusat ozon medis di Rumah Sakit Pendidikan RSND Universitas Diponegoro.

Potensi teknologi ozon medis sebagai salah satu alternatif untuk membantu proses penyembuhan luka DM mendapat respon yang cukup baik dari presiden Asosiasi perawat luka Indonesia (InWCCA), Edi Mulyadi. Hal ini bisa menunjang wound care modern. Edi mulyadi menambahkan, teknologi ini akan terasa kehadirannya jika bersinergi dengan asosiasi perawat luka Indonesia yang telah memiliki 22.000 anggota bersertifikasi perawat luka dari kementrian Kesehatan. Anggota asosiasi tersebar di 20 provinsi dari sabang hingga Merauke dan tercatat sebanyak 416 klinik praktik perawatan luka serta masih banyak lagi yang telah memiliki pelayan home care. Tantangan saat ini adalah pemerataan akses layanan perawatan luka DM, paling tidak masih ada sekitar 30% kasus yang cukup sulit dijangkau. Kesulitan jangkauan akses ini dipengaruhi moda trasnportasi, ada yang hanya bisa diakses dengan sepeda motor saja, atau perahu dan bahkan ada yang hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki. Berdasarkan pertimbangan ini, sangat diharapkan generatos ozon medis ada versi portable-nya sehingga mudah dibawa kemana-mana. Harapan sama juga disampaikan oleh Abuya Lelik, yang juga tergabung dalam InWCCA. Saat ini sudah terjadi semacam pergeseran pelayanan perawatan luka ke model pelayanan home care, maka mau tidak mau generator harus portable. Edi mulyadi juga memberikan saran, teknologi akan mudah diterima sebagai penunjang wound care modern manakala memenuhi kriteria aman, murah dan berkualitas. Saat ini sudah ada praktisi yang mencoba menggunakan generator ozon seharga 1,4 jt rupiah (generator belum memenuhi standar), harapannya generator medis bisa dikisaran itu atau lebih sedikit dengan keunggulan telah memenuhi standar. Asosiasi juga siap bekerjasama untuk membantu distribusi generator dalam rangka uji pasar dan lebih mengeksplore riset serta penggunaan dilapangan. Paling tidak generator ozon medis bisa ditempatkan di setiap pulau di Indonesia, dengan begitu data yang diperoleh semakin banyak dan mewakili dari berbagai daerah di Indonesia.  Tentu asosiasi akan lebih merasa bangga menggunakan teknologi ini terlebih karya anak negeri sendiri.

Demikian diskusi “Reboan” pekan ini, dengan perbincangan yang kesemuanya “daging”. Semoga diskusi ilmiah dengan mengulas saintifik serta potensi aplikasinya dapat terus diselenggarakan. Jargon teknologi plasma dari Undip untuk Indonesia dan dari Undip untuk dunia, akan mewujud nyata. InsyaAllah. (ey)

 

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

×