Diskusi yang menarik dan terasa hangat diselenggarakan pada hari Rabu, 7 Desember 2022 dan 30 November 2022, bertempat di Aula Acyntia Prasada lantai 6, Gedung termegah di Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro. Diskusi yang dikemas dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) ini bertajuk Penggunaan Generator Ozon Medis untuk Terapi. Diskusi dihadiri oleh perawat dari lingkungan Universitas Diponegoro, Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang, Asosiasi Perawatan Luka Indonesia, dokter dan mahasiswa pasca sarjana di lingkungan Universitas Diponegoro. FGD diawali dengan pemutaran video singkat “Generator Ozon Medis Karya Universitas Diponegoro”. Tayangan ini memberikan informasi tentang sedikit perjalanan penelitian generator ozon medis hingga terbentuknya prototipe yang mengacu pada standar yang direkomendasikan oleh Komite Ilmiah Internasional Terapi Ozon tahun 2020. Sajian video kedua berupa “Cara Penggunaan Generator Ozon Medis Terapi Luka Diabetes Militus”, yang merupakan video tutorial pengoperasian generator, pemilihan dosis yang tepat serta cara pemasangan ‘bagging” yang benar pada bagian luka Diabetes Militus.

Prof. Dr. Muhammad Nur, DEA selaku ketua peneliti Pengembangan Generator Ozon Medis Berstandar untuk Pemenuhan kebutuhan Aplikasi Medis Nasional dengan pendanaan riset inovatif produktif (RISPRO)-Komersial LPDP, berkesempatan memberikan sambutan awal diskusi. M. Nur menyampaikan bahwa penelitian dibidang plasma sudah dimulai sejak 1999 dan pada kisaran tahun 2017 berdiskusi dengan kolega seorang dokter yang bercerita tentang teknologi ozon medis menggunakan generator ozon yang memiliki spesifikasi teknologi reaktor berpenghalang ganda (Double Dielectric Barrier Discharge-DDBD), dilengkapi pemusnah ozon, dan menggunakan oksigen murni sebagai bahan masukan gasnya. Teknologi DDBD digunakan agar tidak ada interaksi ROS dengan elektroda, sehingga tidak ada kontaminan yang ikut masuk kedalam luka. Pemusnah ozon sebagai Langkah solusi agar sisa ozon dalam “bagging” tidak keluar dan dimusnahkan menjadi oksigen. Hal ini untuk memastikan keamanan perawat dan juga pasien dari paparan ozon yang bersifat oksidatif. Sedangkan oksigen yang digunakan sebagai bahan utama pembentukan ozon menggunakan oksigen kelas medis. Hal ini sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komite Ilmiah Internasional Ozon terapi pada tahun 2020 di Madrid, Spanyol. Maka, rekomendasi standard generator ozon medis ini bisa dijadikan acuan bagi kita untuk mendorong agar generator ozon medis bisa memiliki aspek legal formal di Indonesia, tentu dengan komunikasi dengan berbagai elemen dan stakeholder yang berkaitan

Penyampaian materi pada diskusi disampaikan oleh dokter Benny dan dokter Fadhilah dengan mengambil judul Pengaruh Ozon Bagging (M-Ozone) pada Proses Penyembuhan Ulkus Diabetes Militus (DM). Hal ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di klinik perawatan lukan DM bertempat di Grobogan dan Puskesmas Bandarhajo Semarang Utara. Penelitian dilakukan pada pasien dengan luka DM dengan perlakuan standar sebagai kontrol dan perlakuan dengan intervensi ozon bagging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi ozon medis mampu mempercepat penyembuhan lukan DM dan merangsang pertumbuhan jaringan baru sehingga luka DM lebih cepat menutup.

Progres positif hasil penelitian ini merupakan kabar baik bagi insan perawatan luka diabetes militus. Hasil ini juga memantik diskusi yang menarik dan interaktif dari peserta FGD. Ibu Henny yang merupakan perawat dari daerah Lahat, Sumatera yang sedang menempuh studi di Politeknik Kesehatan Kemenkes (Poltekkes) Semarang memberikan apresiasi posistif terhadap teknologi ozon medis karena telah terbukti mempercepat penyembuhan luka DM dan memberikan umpan balik apakah ozon yang diberikan akan berdampak pada jaringan sekitar luka DM yang sehat? Dokter Benny menjelaskan bahwa, terapi adjuvant ozon bagging yang diberikan pada luka DM ini telah mengacu pada standar dosis yang ditetapkan oleh komite ilmiah internasional terapi ozon yakni perlakuan awal menggunakan dosis 80-90 mg/l selama 5 menit dan perlakuan kedua dan seterusnya menggunakan level dosis 25-30 mg/l selama 20 menit. Pemberian dosis ini tidak memberikan dampak pada jaringan sehat sekitar luka DM. Selain memberikan apresiasi dan tanggapan, Ibu Henny juga memperikan umpan balik berupa saran terhadap teknologi generator ozon medis ini agar kedepan dilahirkan generator ozon medis yang portable sehingga memudahkan pelayanan home care terlebih didaerah pelosok dan luar jawa, juga perlu difikirkan bagaimana model “bagging” nya jika luka DM selain di kaki, misalkan: punggung, paha, atau tempat lain. Hal yang sama juga dilontakan oleh bapak Lelik A, seorang praktisi perawatan luka DM dan juga aktif di Asosiasi perawatan luka DM. Beliau juga menambahkan bahwa generator portable ini nantinya bisa diangkat pada level internasional, karena Negara Negara Internasional kebanyakan generator ozon medisnya masih besar besar, disisi lain dengan generator ozon medis portable akan memudahkan distribusi pelayanan ke luar jawa dan jauh dari kota-kota besar. Tentunya umpan balik ini ditanggapi dengan sangat antusias oleh Prof. Dr. Muhammad Nur, DEA yang juga sebagai inventor dari teknologi ini, bahwa kedepan akan dikembangkan untuk generator portable yang mudah dan ringan dibawa kemana-mana, hal ini diyakinkan bahwa master dan konsep teknologi ini telah dikuasai sehingga pembuatan generator dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Selain itu model bagging juga bisa disiasati dengan menggunakan molding yang disesuaikan dengan tempat luka DM.

Bapak Lelik A menambahkan bahwa saat ini telah ada perawat yang tersertifikasi lebih dari 20.000 yang berada dibawah payung asosiasi perawata luka yang sudah terserbar di Indonesia. Hal ini juga secara otomatis telah memiliki standard perawatan luka. Maka, dalam penelitian yang telah dilakukan oleh dokter Benny dan dokter Fadhilah ini, standard perawatan lembab kering tersebut mengacu pada standard darimana? Karena saat ini perawatan standard lembab kering sudah tidak digunakan lagi, dan perawatan modern telah merata. Menanggapi hal ini, dokter Benny menjelaskan bahwa standard lembab kering mengacu pada standard yang dilakukan di RSUP Dr. Karyadi, dan standard tersebut juga masih dipakai dibeberapa Rumah Sakit di luar Jawa seperti Manado, Sulawesi.

Bersambung ……

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

×